Jumat, 29 Oktober 2010
Simple Photography : Camera Exposure Modes !
Karena kamera pada dasarnya hanya memiliki 2 parameter ( + iso ), maka ada minimum 4 kombinasi mode exposure dari parameter tersebut :
P (Program) atau A (Auto) = baik speed maupun aperture dikendalikan kamera. Kamera memilih salah satu dari kombinasi exposure yang ada menurut kondisi cahayanya.
Av (Aperture Priority) = User mengendalikan aperture, kamera mengendalikan speed sesuai dengan kondisi cahaya.
Tv / Sv (Time priority / Speed priority) = User mengendalikan speed, kamera mengendalikan aperture sesuai dengan kondisi cahaya
M (Manual) = Speed dan Aperture dikendalikan oleh user (kamera tidak bisa merubah pilihan user). Tapi kamera tetap memberikan petunjuk di metering systemnya apakah (menurut otak kamera) gambarnya terlalu terang atau terlalu gelap. Pada akhirnya, user yang harus menentukan kombinasi speed & aperture apa yang akan dia pakai.
Tidak semua kamera memiliki 4 mode ini. Misalkan kamera di HP anda, mungkin dia hanya memberikan dua pilihan speed (1/100s untuk normal, dan 1/15s untuk night mode/lowlight), aperture dan iso diatur oleh kamera. Jadi seolah-olah, HP anda memiliki mode Tv (speed priority), walau implementasinya lebih mirip P (Program) mode.
Misalkan di rangefinder Yashica GX, hanya menyediakan kontrol untuk aperture. speed diatur oleh kamera, jadi mode yang ada hanya Av.
Di kamera manual tua, Pentax K1000 misalkan, hanya menyediakan mode M. Di kamera yang lebih canggih, Pentax LX, disediakan mode M dan Av, dll. Tapi di digital SLR, semua mode diberikan (seharusnya).
terlepas dari 4 mode itu, ada mode B atau T.
B = Bulb, selama apapun tombol shutter dipencet, shutter curtain akan terus dibuka sampai tombol shutter dilepas. Hal ini sering digunakan untuk pemotretan low light yang membutuhkan waktu lama (sekali), misalkan memotret "star-trail", hingga berapa jam waktu exposurenya. Kadang dibutuhkan external release cable yang bisa dilock, jadi tombol shutter bisa dilock dalam posisi tertekan. Di DSLR, user harus memperhatikan ketahanan baterainya, karena bisa-bisa baterai habis saat dipakai memotret lama.
T = Time, mirip Bulb. Bedanya user tidak harus memencet terus seperti di Bulb. Satu pencetan saja, maka shutter curtain akan membuka dan langsung mengunci. Saat waktu exposure yang anda inginkan sudah terpenuhi, (tergantung kameranya) anda bisa memencet tombol shutter sekali lagi untuk menutup shutter curtainnya (atau memindah speed dial dari T ke value lain)
Dengan kecanggihan teknologi sekarang, Mode dial bisa mengakomodasi parameter ke 3 yaitu ISO. Misalkan di kamera Pentax K7, ada tambahan extra mode lagi selain P/Av/Tv/M :
- Sv = Sensitivity priority. User menentukan isonya, speed dan aperture ditentukan kamera berdasarkan kondisi cahaya.
- TAv = Speed & Aperture Priority. Mirip Manual mode, tapi disini parameter ISO = Auto Iso. jadi user menentukan speed dan aperture, Iso diatur kamera mengikuti kondisi cahaya.
Selain mode-mode tersebut, di kamera-kamera yang lebih "pemula" biasanya ada banyak pilihan "scene mode" seperti macro mode, portrait mode, night shot mode, dll. Itu adalah mode yang sama dengan P (Program) mode, bedanya adalah di pilihan exposure dan focal length lensa yang dipakai. Misalkan Macro mode (untuk mendapatkan magnifikasi besar), exposure modenya sama dengan P mode, tetapi otomatis lensa di ZOOM ke focal length terbesar (tele) dan focus minimum, otomatis dilakukan oleh kamera. Hal ini memudahkan user yang belum terlalu mendalami fotografi supaya bisa mendapatkan hasil yang lebih baik.
Dari semua mode tersebut diatas, peran kamera sebagai alat metering cahaya sangat penting. User perlu memahami cara kamera "membaca" cahaya supaya tau kelebihan dan kekurangan kameranya. itu akan dibahas lebih lanjut di artikel berikutnya.
Senin, 02 Agustus 2010
Simple Photography : The Third Element...
Secara sederhana, semua kamera hanya mempunyai 2 parameter yang bisa dikontrol : Aperture dan Speed.
tapi sebenarnya, ada parameter ketiga yang turut berperan dalam sebuah gambar, bisa di kontrol, dan dijaman sekarang sudah terintegrasi dengan kamera (digital).
Parameter ke 3 tersebut ialah ISO.
Iso ialah sensitivitas sensor. Di kamera film, ini ialah iso film yang digunakan. Misalkan sekali anda masukkan film iso 200, maka dalam satu roll tersebut mau nggak mau anda harus pakai iso 200 terus. Di kamera digital, dengan kemudahannya, kita bisa mengganti iso untuk setiap gambar.
Apa gunanya iso dan apa efeknya ?
Semakin tinggi nilai suatu ISO, maka sensitifitas sensor semakin besar. Iso 400 hanya butuh separo cahaya dibanding iso 200 (untuk menghasilkan gambar yang sama gelap terangnya).
iso 800 hanya butuh separo cahaya di iso 400, atau 1/4 cahaya di iso 200.
Jadi secara sederhana, kelipatan iso berjarak 1 stop : iso 25-iso 50-iso 100- iso 200- iso 400-iso 800, dst..
Lalu apa bedanya gambar yang diambil di iso 100 dengan iso 800 ?
1. Kecepatan (speed?) :
Di iso 100, anda harus butuh cahaya lebih banyak dibanding di iso800 untuk membuat gambar yang sama, artinya, anda cenderung "harus" menggunakan kecepatan lambat di iso100 (untuk mengumpulkan banyak cahaya) dan cenderung menggunakan speed tinggi di iso 800.
Perhatikan foto dibawah ini, gambar kiri dibuat dengan iso80, aperture f2.9, dengan speed 1/13s. Gambar kanan (dengan kondisi cahaya yang sama) dibuat dengan iso 1600, aperture f2.9, dan speed yang didapat = 1/250s.
Jadi, secara tidak langsung, iso yang lebih tinggi bisa dianggap "lebih tinggi kecepatannya" dibanding iso rendah. Hal itu memungkinkan kita mengambil gambar dengan speed yang lebih tinggi, getaran tangan lebih tidak terasa, object bisa difreeze movementnya lebih baik.
Lalu, apakah iso tinggi lebih berguna dibanding iso rendah ? Tidak ! iso rendah juga memiliki kelebihannya sendiri (ingat, speed yang rendah punya "kekuatan-nya" sendiri dalam membentuk gambar), untuk gambar-gambar yang butuh speed rendah, iso rendah lebih nyaman dipakai karena memungkinkan speed rendah tercipta. Iso rendah juga memungkinkan kita menggunakan aperture selebar-lebarnya untuk mengejar efek DOF yang kita inginkan. Misalkan begini : anda harus memotret model siang hari, terang benderang, dan anda ingin bermain DOF yang limited (sempit). Anda pakai iso 800, saat anda meter scene-nya, ternyata didapat hasil metering : 1/1000s f16. Asumsikan kamera anda mempunyai kemampuan speed yang cukup "pro", 1/8000s, jadi anda geser kombinasi tersebut supaya anda bisa dapat aperture yang lebih besar.
1/1000s f16 = 1/2000s f11 = 1/4000s f8 = 1/8000s f5.6... sudah mentok speednya, anda cuma dapat aperture f5.6 yang DOFnya masih terlalu lebar untuk objectnya. Jadi anda nggak bisa bermain DOF yang extreem gara-gara pakai iso tinggi.
Kasus yang sama, saat anda pakai iso 100, meter area yang sama, anda akan dapat hasil metering 1/125s f16. Kombinasi itu bisa digeser :
1/125s f16 = 1/250s f11 = 1/500s f8 = 1/1000s f5.6 = 1/2000s f4 = 1/4000s f2.8 = 1/8000s f2.
Dengan aperture f2, anda bisa membatasi DOF lebih extreem dibanding di f5.6 ..he..he..
Semua iso punya kekuatannya sendiri-sendiri.
2. Noise :
Baik di film maupun digital, saat sensor dinaikkan isonya (film diganti dengan film yang lebih tinggi isonya), berarti anda seolah-olah menaikkan "GAIN" keseluruhan sistem.
dari iso 100, anda butuh cahaya = 1, di iso 200, anda butuh cahaya = 1/2. Berarti peningkatan "GAIN" = 2 kali lipat lebih sensitif. Saat Gain naik, secara natural, anda tidak hanya menaikkan sinyal yang masuk, tetapi juga menaikkan noise. Noise yang timbul di iso tinggi bisa berupa noise warna, noise titik-titik, dll yang dalam taraf tertentu akan cukup mengganggu gambar anda. Perhatikan gambar dibawah ini, hasil "crop" 100% dari dua gambar di atas, perhatikan noise yang ditimbulkan di iso tinggi (gambar kanan)
Seberapa mengganggu noise itu dalam gambar, tiap orang berbeda pendapatnya. Jadi gunakan iso tinggi seperlunya saja, karena secara umum, iso rendah memberikan anda hasil yang lebih "bagus" dibanding iso tinggi.
Semakin banyak noise, detail yang ada dalam gambar akan semakin terganggu. Beberapa kamera digital berusaha membantu mengurangi noise dengan menambahkan fasilitas Noise Reduction di iso tinggi, tapi semakin banyak noise reduction yang kita berikan, semakin berkurang juga detail di gambar karena ikut terfilter oleh noise reduction. Hal itu memberikan dilema buat usernya, saat menggunakan iso tinggi : apakah memilih dapat gambar noisy tapi detailnya lebih terlihat, atau gambar tanpa noise tapi detailnya juga berkurang. Pada akhirnya semua hal itu adalah permainan "bargaining" alias tawar-menawar dengan kondisi yang ada, baik kondisi cahaya, kemampuan kamera, keinginan user, dsb.
Dengan adanya parameter ke-3 ini, anda sudah siap memotret lebih "bijaksana"..he..he..
tapi sebenarnya, ada parameter ketiga yang turut berperan dalam sebuah gambar, bisa di kontrol, dan dijaman sekarang sudah terintegrasi dengan kamera (digital).
Parameter ke 3 tersebut ialah ISO.
Iso ialah sensitivitas sensor. Di kamera film, ini ialah iso film yang digunakan. Misalkan sekali anda masukkan film iso 200, maka dalam satu roll tersebut mau nggak mau anda harus pakai iso 200 terus. Di kamera digital, dengan kemudahannya, kita bisa mengganti iso untuk setiap gambar.
Apa gunanya iso dan apa efeknya ?
Semakin tinggi nilai suatu ISO, maka sensitifitas sensor semakin besar. Iso 400 hanya butuh separo cahaya dibanding iso 200 (untuk menghasilkan gambar yang sama gelap terangnya).
iso 800 hanya butuh separo cahaya di iso 400, atau 1/4 cahaya di iso 200.
Jadi secara sederhana, kelipatan iso berjarak 1 stop : iso 25-iso 50-iso 100- iso 200- iso 400-iso 800, dst..
Lalu apa bedanya gambar yang diambil di iso 100 dengan iso 800 ?
1. Kecepatan (speed?) :
Di iso 100, anda harus butuh cahaya lebih banyak dibanding di iso800 untuk membuat gambar yang sama, artinya, anda cenderung "harus" menggunakan kecepatan lambat di iso100 (untuk mengumpulkan banyak cahaya) dan cenderung menggunakan speed tinggi di iso 800.
Perhatikan foto dibawah ini, gambar kiri dibuat dengan iso80, aperture f2.9, dengan speed 1/13s. Gambar kanan (dengan kondisi cahaya yang sama) dibuat dengan iso 1600, aperture f2.9, dan speed yang didapat = 1/250s.
Jadi, secara tidak langsung, iso yang lebih tinggi bisa dianggap "lebih tinggi kecepatannya" dibanding iso rendah. Hal itu memungkinkan kita mengambil gambar dengan speed yang lebih tinggi, getaran tangan lebih tidak terasa, object bisa difreeze movementnya lebih baik.
Lalu, apakah iso tinggi lebih berguna dibanding iso rendah ? Tidak ! iso rendah juga memiliki kelebihannya sendiri (ingat, speed yang rendah punya "kekuatan-nya" sendiri dalam membentuk gambar), untuk gambar-gambar yang butuh speed rendah, iso rendah lebih nyaman dipakai karena memungkinkan speed rendah tercipta. Iso rendah juga memungkinkan kita menggunakan aperture selebar-lebarnya untuk mengejar efek DOF yang kita inginkan. Misalkan begini : anda harus memotret model siang hari, terang benderang, dan anda ingin bermain DOF yang limited (sempit). Anda pakai iso 800, saat anda meter scene-nya, ternyata didapat hasil metering : 1/1000s f16. Asumsikan kamera anda mempunyai kemampuan speed yang cukup "pro", 1/8000s, jadi anda geser kombinasi tersebut supaya anda bisa dapat aperture yang lebih besar.
1/1000s f16 = 1/2000s f11 = 1/4000s f8 = 1/8000s f5.6... sudah mentok speednya, anda cuma dapat aperture f5.6 yang DOFnya masih terlalu lebar untuk objectnya. Jadi anda nggak bisa bermain DOF yang extreem gara-gara pakai iso tinggi.
Kasus yang sama, saat anda pakai iso 100, meter area yang sama, anda akan dapat hasil metering 1/125s f16. Kombinasi itu bisa digeser :
1/125s f16 = 1/250s f11 = 1/500s f8 = 1/1000s f5.6 = 1/2000s f4 = 1/4000s f2.8 = 1/8000s f2.
Dengan aperture f2, anda bisa membatasi DOF lebih extreem dibanding di f5.6 ..he..he..
Semua iso punya kekuatannya sendiri-sendiri.
2. Noise :
Baik di film maupun digital, saat sensor dinaikkan isonya (film diganti dengan film yang lebih tinggi isonya), berarti anda seolah-olah menaikkan "GAIN" keseluruhan sistem.
dari iso 100, anda butuh cahaya = 1, di iso 200, anda butuh cahaya = 1/2. Berarti peningkatan "GAIN" = 2 kali lipat lebih sensitif. Saat Gain naik, secara natural, anda tidak hanya menaikkan sinyal yang masuk, tetapi juga menaikkan noise. Noise yang timbul di iso tinggi bisa berupa noise warna, noise titik-titik, dll yang dalam taraf tertentu akan cukup mengganggu gambar anda. Perhatikan gambar dibawah ini, hasil "crop" 100% dari dua gambar di atas, perhatikan noise yang ditimbulkan di iso tinggi (gambar kanan)
Seberapa mengganggu noise itu dalam gambar, tiap orang berbeda pendapatnya. Jadi gunakan iso tinggi seperlunya saja, karena secara umum, iso rendah memberikan anda hasil yang lebih "bagus" dibanding iso tinggi.
Semakin banyak noise, detail yang ada dalam gambar akan semakin terganggu. Beberapa kamera digital berusaha membantu mengurangi noise dengan menambahkan fasilitas Noise Reduction di iso tinggi, tapi semakin banyak noise reduction yang kita berikan, semakin berkurang juga detail di gambar karena ikut terfilter oleh noise reduction. Hal itu memberikan dilema buat usernya, saat menggunakan iso tinggi : apakah memilih dapat gambar noisy tapi detailnya lebih terlihat, atau gambar tanpa noise tapi detailnya juga berkurang. Pada akhirnya semua hal itu adalah permainan "bargaining" alias tawar-menawar dengan kondisi yang ada, baik kondisi cahaya, kemampuan kamera, keinginan user, dsb.
Dengan adanya parameter ke-3 ini, anda sudah siap memotret lebih "bijaksana"..he..he..
Minggu, 27 Juni 2010
Simple Photography : The Speed Effects
Speed (kecepatan rana) kamera, bisa bermacam-macam tergantung kameranya.
Kamera-kamera yang "pro" biasanya memiliki speed cepat dari 1/8000s, hingga misalkan sampai 30 detik. Kamera rangefinder, mungkin hanya 1/500s-1s, kamera slr biasa mungkin dari 1/1000s-1s, dsb. Lalu apa efeknya terhadap gambar ?
1. High Speed
Speed yang tinggi, akan membuat tirai shutter membuka dan menutup dalam durasi yang cepat, sehingga cahaya yang masuk juga sedikit. Seandainya ada kendaraan sedang lewat didepan kamera, trus kita potret dengan speed yang tinggi, kendaraan baru mau bergerak, shutter curtainnya sudah nutup, jadinya gerakan kendaraan tersebut di "freeze" atau di-beku-kan/dihentikan dalam gambar. Tentunya penggunaan speed tinggi hanya dimungkinkan saat cahaya melimpah dan didukung oleh lensa yang terang/besar aperturenya. Kalau speed tinggi digunakan saat cahaya lemah, gambarnya akan jadi gelap (under exposure).
Lihat contoh dibawah ini. Foto dilakukan siang hari, speed 1/2000s, aperture sekitar f5.6 (karena cahaya sangat terang jadi lensa tidak harus dibuka wide open). Lensa yang dipakai ialah 50mm f2. Gerakan motornya jadi terhenti kan ?
Lalu mungkin akan timbul pertanyaan : Seberapa cepat speed harus digunakan untuk nge-freeze suatu gerakan object ? Saya tidak tau. Ini tergantung gerakan objectnya, jarak object terhadap kita dan lensa yang digunakan. Untuk contoh saat saya pakai lensa 50mm :
- Anak-anak berlari-larian, mungkin 1/125s sudah cukup untuk mem-freeze gerakan mereka.
- Tangan yang terayun mengipasi wajah, mungkin 1/60s.
- Motor yang ngebut di jarak 5meter didepan saya, sekitar 1/1000s
- Peluru yang melintas didepan saya, mungkin 1/8000s atau lebih baru bisa di freeze (belum pernah coba..he..he.)
Saat menggunakan lensa yang lebih wide, sudut tangkapannya lebih lebar, jadi pergerakan object akan tertangkap lebih sedikit digambar. Hal itu akan membuat kebutuhan speed untuk mem-freeze object berkurang. Misalkan motor ngebut, bisa difreeze oleh lensa 24mm dengan speed 1/125s saja.
Jarak juga mempengaruhi efek pergerakan object di realita terhadap hasil di gambar. Semakin jauh jaraknya, semakin berkurang efek pergerakan object yang terlihat di gambar. Misalkan pesawat terbang, saat jauh, anda bisa freeze dengan speed 1/30s, tapi saat dekat, mungkin 1/2000s belum cukup.
Intinya, "High Speed" memiliki efek "Freeze Movement"
2. Low Speed.
Speed yang lambat akan membuat gambar terekam lebih lama. Misalkan motor yang ngebut tadi, anda foto dengan speed 1/30s. Begitu tombol shutter dipencet, tirai dibuka, motor sudah lewat nih, baru shutter ditutup setelah 1/30s. Hasilnya, motor akan tampak berbayang-bayang karena terekam pergerakannya. Lihat gambar dibawah ini, masih dengan lensa 50mm, speed sekitar 1/60s.
Mungkin anda sempat berpikir, lalu apa gunanya low speed, seolah tak berguna sama sekali. Tentu tidak, low speed berguna karena efeknya yang merekam semua gerakan, berarti juga merekam semua cahaya yang jatuh ke sensor anda !
Misalkan, anda berusaha memotret jalanan kota anda yang temaram di malam hari, saat anda pakai speed tinggi, hasilnya akan gelap tentunya. Saat anda pakai speed rendah, semua cahaya dikumpulkan semakin banyak dengan berjalannya waktu exposure, jadilah suasana lebih hidup, lampu-lampu terekam jelas, kendaraan yang lewat memberi goresan cahaya yang menghidupkan, atmosfer tidak gelap lagi tapi lebih menyala ! Perhatikan contoh dibawah, gambar kiri dengan speed 1 detik, gambar kanan dengan speed 8 detik. Lihat cahayanya, lihat efek "memorize" yang timbul dan suasana yang lebih hidup..
Jadi, intinya, "Low Speed" memberikan efek "Memorize Movement"
====
Gambar yang hidup adalah gambar yang bercerita, betul kan ?
Coba lihat gambar motor ngebut diatas, baik versi high speed maupun versi low speed.
Gambar mana yang lebih hidup ?
Versi high speed tampak seperti dua orang duduk diatas motor ditengah jalan dan "diam" saja. Gambar itu tidak bercerita apakah orangnya ngebut atau tidak. Mungkin hanya orang yang iseng ditengah jalan ?
Versi low speed, malah tidak bercerita lebih banyak, ada yang ngebut tapi gak jelas siapa, motornya apa, dll.
Bagaimana kalau kita hidupkan suasana dengan sedikit trik. Lihat gambar dibawah.
Apa cerita gambar ini ? Lebih banyak dibandingkan versi high speed/low speed diatas?
kalo penasaran, baca terus blog saya sampe ke cara bikin "panning", versi low speed yang lebih mengoptimalkan kemampuan low speed dalam "memorize movement" untuk menunjukkan unsur "speed" yang terkandung di gambar (yang tidak bisa ditunjukkan oleh versi high speed).
Kamera-kamera yang "pro" biasanya memiliki speed cepat dari 1/8000s, hingga misalkan sampai 30 detik. Kamera rangefinder, mungkin hanya 1/500s-1s, kamera slr biasa mungkin dari 1/1000s-1s, dsb. Lalu apa efeknya terhadap gambar ?
1. High Speed
Speed yang tinggi, akan membuat tirai shutter membuka dan menutup dalam durasi yang cepat, sehingga cahaya yang masuk juga sedikit. Seandainya ada kendaraan sedang lewat didepan kamera, trus kita potret dengan speed yang tinggi, kendaraan baru mau bergerak, shutter curtainnya sudah nutup, jadinya gerakan kendaraan tersebut di "freeze" atau di-beku-kan/dihentikan dalam gambar. Tentunya penggunaan speed tinggi hanya dimungkinkan saat cahaya melimpah dan didukung oleh lensa yang terang/besar aperturenya. Kalau speed tinggi digunakan saat cahaya lemah, gambarnya akan jadi gelap (under exposure).
Lihat contoh dibawah ini. Foto dilakukan siang hari, speed 1/2000s, aperture sekitar f5.6 (karena cahaya sangat terang jadi lensa tidak harus dibuka wide open). Lensa yang dipakai ialah 50mm f2. Gerakan motornya jadi terhenti kan ?
Lalu mungkin akan timbul pertanyaan : Seberapa cepat speed harus digunakan untuk nge-freeze suatu gerakan object ? Saya tidak tau. Ini tergantung gerakan objectnya, jarak object terhadap kita dan lensa yang digunakan. Untuk contoh saat saya pakai lensa 50mm :
- Anak-anak berlari-larian, mungkin 1/125s sudah cukup untuk mem-freeze gerakan mereka.
- Tangan yang terayun mengipasi wajah, mungkin 1/60s.
- Motor yang ngebut di jarak 5meter didepan saya, sekitar 1/1000s
- Peluru yang melintas didepan saya, mungkin 1/8000s atau lebih baru bisa di freeze (belum pernah coba..he..he.)
Saat menggunakan lensa yang lebih wide, sudut tangkapannya lebih lebar, jadi pergerakan object akan tertangkap lebih sedikit digambar. Hal itu akan membuat kebutuhan speed untuk mem-freeze object berkurang. Misalkan motor ngebut, bisa difreeze oleh lensa 24mm dengan speed 1/125s saja.
Jarak juga mempengaruhi efek pergerakan object di realita terhadap hasil di gambar. Semakin jauh jaraknya, semakin berkurang efek pergerakan object yang terlihat di gambar. Misalkan pesawat terbang, saat jauh, anda bisa freeze dengan speed 1/30s, tapi saat dekat, mungkin 1/2000s belum cukup.
Intinya, "High Speed" memiliki efek "Freeze Movement"
2. Low Speed.
Speed yang lambat akan membuat gambar terekam lebih lama. Misalkan motor yang ngebut tadi, anda foto dengan speed 1/30s. Begitu tombol shutter dipencet, tirai dibuka, motor sudah lewat nih, baru shutter ditutup setelah 1/30s. Hasilnya, motor akan tampak berbayang-bayang karena terekam pergerakannya. Lihat gambar dibawah ini, masih dengan lensa 50mm, speed sekitar 1/60s.
Mungkin anda sempat berpikir, lalu apa gunanya low speed, seolah tak berguna sama sekali. Tentu tidak, low speed berguna karena efeknya yang merekam semua gerakan, berarti juga merekam semua cahaya yang jatuh ke sensor anda !
Misalkan, anda berusaha memotret jalanan kota anda yang temaram di malam hari, saat anda pakai speed tinggi, hasilnya akan gelap tentunya. Saat anda pakai speed rendah, semua cahaya dikumpulkan semakin banyak dengan berjalannya waktu exposure, jadilah suasana lebih hidup, lampu-lampu terekam jelas, kendaraan yang lewat memberi goresan cahaya yang menghidupkan, atmosfer tidak gelap lagi tapi lebih menyala ! Perhatikan contoh dibawah, gambar kiri dengan speed 1 detik, gambar kanan dengan speed 8 detik. Lihat cahayanya, lihat efek "memorize" yang timbul dan suasana yang lebih hidup..
Jadi, intinya, "Low Speed" memberikan efek "Memorize Movement"
====
Gambar yang hidup adalah gambar yang bercerita, betul kan ?
Coba lihat gambar motor ngebut diatas, baik versi high speed maupun versi low speed.
Gambar mana yang lebih hidup ?
Versi high speed tampak seperti dua orang duduk diatas motor ditengah jalan dan "diam" saja. Gambar itu tidak bercerita apakah orangnya ngebut atau tidak. Mungkin hanya orang yang iseng ditengah jalan ?
Versi low speed, malah tidak bercerita lebih banyak, ada yang ngebut tapi gak jelas siapa, motornya apa, dll.
Bagaimana kalau kita hidupkan suasana dengan sedikit trik. Lihat gambar dibawah.
Apa cerita gambar ini ? Lebih banyak dibandingkan versi high speed/low speed diatas?
kalo penasaran, baca terus blog saya sampe ke cara bikin "panning", versi low speed yang lebih mengoptimalkan kemampuan low speed dalam "memorize movement" untuk menunjukkan unsur "speed" yang terkandung di gambar (yang tidak bisa ditunjukkan oleh versi high speed).
Jumat, 25 Juni 2010
Simple Photography : The Aperture Effects..
Setelah tau apa itu Aperture, sekarang saatnya kita bahas apa efeknya terhadap gambar.
Aperture bisa dibuka wide open (dibuka maksimum) atau ditutup (stopdown) sesuai kondisi cahaya. Misalkan di lensa 50mm f2 saya, memiliki aperture wide open = f2, dan bisa distopdown sampai ke f22.
Apa efeknya terhadap gambar (selain gelap terang) ?
1. DOF (Depth Of Field), atau ruang ketajaman.
Saat saya focus di 1 meter (misalkan, dengan lensa 50mm f2 tadi), sebenernya bukan 1,00 meter saja yang tajam gambarnya. Pilihan aperture anda akan mempengaruhi ruang ketajaman yang terbentuk.
Apa itu DOF/Ruang Ketajaman ?
Bayangkan anda mengambil dua lembar kertas, satu ditaruh di jarak 95cm dari anda, dan satu ditaruh di jarak 110cm dari anda, diantara dua kertas itu adalah ruang ketajaman, DOF, yang ditimbulkan oleh si lensa saat anda focus di 1meter dengan aperture f2. ruang itu juga menyebar ke kanan kiri atas bawah, tapi jaraknya terhadap anda selalu tetap (bayangkan kertasnya melebar seperti tembok, ruangan diantara dua tembok itulah DOF).
- Aperture yang besar (f2 misalkan) membuat DOF menyempit,
- Aperture yang kecil (f22 misalkan) membuat DOF melebar, bahkan bisa sampai jarak infinity(tak terhingga).
Ada beberapa cara untuk tau seberapa lebarnya DOF yang anda dapatkan, tapi itu akan dibahas di topic DOF.. lihat gambar dibawah untuk komparasinya :
Gambar berikut adalah dari lensa 50mm f2, difocus ke tiang pertama yang terlihat, dengan aperture diset f2.8.
DOF yang tercipta cukup sempit, hanya area tiang saja yang tajam, area didepan dan dibelakangnya langsung kabur. Perhatikan juga pohon-pohon di latar belakangnya, semua tampak semakin kabur saat jaraknya semakin jauh.
Speed yang didapat untuk aperture f2.8 sekitar 1/2000s.
Bandingkan dengan gambar berikutnya :
Ini diambil dengan lensa yang sama, kondisi cahaya yang sama, jarak focus yang sama, tetapi aperture di set f22.
Anda bisa lihat ruang tajamnya telah menjadi lebar, hampir semua area tajam, anda bisa lihat pohon-pohon dikejauhan dan besi-besi yang lebih dekat pun terlihat lebih jelas.
Speed yang didapat sekitar 1/30s.
Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, dalam kondisi cahaya yang sama, kita bisa memilih kombinasi aperture/speed yang berbeda tetapi menghasilkan exposure yang sama. Kalau dilihat di atas, 1/2000s f2.8 sekilas menghasilkan exposure yang sama dengan 1/30s f22 dari sisi gelap terang.
2. Efek Ketajaman.
Mungkin anda berpikir efek ini sama dengan DOF, sedikit mirip, tapi berbeda.
Kalau DOF berbicara tentang ruang yang tajam, Efek Ketajaman berbicara tentang seberapa tajam area si DOF..
Perhatikan contoh ini :
- Saat saya pakai lensa 50mm f2, dengan aperture diset f2 (wide open), focus di 1 meter. akan dapat DOF misalkan dari 95cm sampai 110cm. Area DOF itu tajam tentunya.
- Saat saya pakai lensa lain, 50mm f1.4, aperture diset f2 (tidak wide open), dengan semua kondisi disamakan dengan contoh diatas, akan dapat lebar DOF yang sama (95cm-110cm), TETAPI area DOFnya lebih tajam.
Why, karena disana, lensa 50mm f2 menangkap gambar di posisi wide open, sementara lensa 50mm f1.4 menangkap gambar di posisi yang tidak wide open.
Ketajaman area DOF, biasanya akan lebih bagus saat anda stopdown aperture sekitar 1-2 stop dari posisi wide open. Itulah kenapa lensa ke-dua memberikan ketajaman yang lebih daripada lensa pertama di contoh kasus diatas.
Hal ini bukan berarti semakin kecil aperture anda, semakin tajam hasilnya, tidak. Efek Ketajaman meningkat sampai pada titik optimal sekitar 4-5 stop dari wide open, setelah itu ketajaman tidak meningkat lebih banyak. Misalkan di lensa 50mm f2, ketajaman optimalnya didapat saat aperture dipakai di f8.
Setau saya efek aperture minimum ya cuma dua itu, kalo ada yang lain yang terpikir, saya update lagi. Silahkan dilanjutkan bacanya..moga-moga gak nambah bingung
Aperture bisa dibuka wide open (dibuka maksimum) atau ditutup (stopdown) sesuai kondisi cahaya. Misalkan di lensa 50mm f2 saya, memiliki aperture wide open = f2, dan bisa distopdown sampai ke f22.
Apa efeknya terhadap gambar (selain gelap terang) ?
1. DOF (Depth Of Field), atau ruang ketajaman.
Saat saya focus di 1 meter (misalkan, dengan lensa 50mm f2 tadi), sebenernya bukan 1,00 meter saja yang tajam gambarnya. Pilihan aperture anda akan mempengaruhi ruang ketajaman yang terbentuk.
Apa itu DOF/Ruang Ketajaman ?
Bayangkan anda mengambil dua lembar kertas, satu ditaruh di jarak 95cm dari anda, dan satu ditaruh di jarak 110cm dari anda, diantara dua kertas itu adalah ruang ketajaman, DOF, yang ditimbulkan oleh si lensa saat anda focus di 1meter dengan aperture f2. ruang itu juga menyebar ke kanan kiri atas bawah, tapi jaraknya terhadap anda selalu tetap (bayangkan kertasnya melebar seperti tembok, ruangan diantara dua tembok itulah DOF).
- Aperture yang besar (f2 misalkan) membuat DOF menyempit,
- Aperture yang kecil (f22 misalkan) membuat DOF melebar, bahkan bisa sampai jarak infinity(tak terhingga).
Ada beberapa cara untuk tau seberapa lebarnya DOF yang anda dapatkan, tapi itu akan dibahas di topic DOF.. lihat gambar dibawah untuk komparasinya :
Gambar berikut adalah dari lensa 50mm f2, difocus ke tiang pertama yang terlihat, dengan aperture diset f2.8.
DOF yang tercipta cukup sempit, hanya area tiang saja yang tajam, area didepan dan dibelakangnya langsung kabur. Perhatikan juga pohon-pohon di latar belakangnya, semua tampak semakin kabur saat jaraknya semakin jauh.
Speed yang didapat untuk aperture f2.8 sekitar 1/2000s.
Bandingkan dengan gambar berikutnya :
Ini diambil dengan lensa yang sama, kondisi cahaya yang sama, jarak focus yang sama, tetapi aperture di set f22.
Anda bisa lihat ruang tajamnya telah menjadi lebar, hampir semua area tajam, anda bisa lihat pohon-pohon dikejauhan dan besi-besi yang lebih dekat pun terlihat lebih jelas.
Speed yang didapat sekitar 1/30s.
Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya, dalam kondisi cahaya yang sama, kita bisa memilih kombinasi aperture/speed yang berbeda tetapi menghasilkan exposure yang sama. Kalau dilihat di atas, 1/2000s f2.8 sekilas menghasilkan exposure yang sama dengan 1/30s f22 dari sisi gelap terang.
2. Efek Ketajaman.
Mungkin anda berpikir efek ini sama dengan DOF, sedikit mirip, tapi berbeda.
Kalau DOF berbicara tentang ruang yang tajam, Efek Ketajaman berbicara tentang seberapa tajam area si DOF..
Perhatikan contoh ini :
- Saat saya pakai lensa 50mm f2, dengan aperture diset f2 (wide open), focus di 1 meter. akan dapat DOF misalkan dari 95cm sampai 110cm. Area DOF itu tajam tentunya.
- Saat saya pakai lensa lain, 50mm f1.4, aperture diset f2 (tidak wide open), dengan semua kondisi disamakan dengan contoh diatas, akan dapat lebar DOF yang sama (95cm-110cm), TETAPI area DOFnya lebih tajam.
Why, karena disana, lensa 50mm f2 menangkap gambar di posisi wide open, sementara lensa 50mm f1.4 menangkap gambar di posisi yang tidak wide open.
Ketajaman area DOF, biasanya akan lebih bagus saat anda stopdown aperture sekitar 1-2 stop dari posisi wide open. Itulah kenapa lensa ke-dua memberikan ketajaman yang lebih daripada lensa pertama di contoh kasus diatas.
Hal ini bukan berarti semakin kecil aperture anda, semakin tajam hasilnya, tidak. Efek Ketajaman meningkat sampai pada titik optimal sekitar 4-5 stop dari wide open, setelah itu ketajaman tidak meningkat lebih banyak. Misalkan di lensa 50mm f2, ketajaman optimalnya didapat saat aperture dipakai di f8.
Setau saya efek aperture minimum ya cuma dua itu, kalo ada yang lain yang terpikir, saya update lagi. Silahkan dilanjutkan bacanya..moga-moga gak nambah bingung
Senin, 15 Maret 2010
Simple Photography : The "BASIC" of exposure !!
Setelah anda membaca blog saya sebelumnya, hanya ada dua parameter yang ada dikamera untuk mengatur banyaknya cahaya, yaitu Aperture, dan Shutter Speed (selanjutnya saya bilang "Speed" saja).
Masing-masing parameter tersebut bisa menambah cahaya 1 stop, entah lebih terang atau lebih gelap. Berikutnya akan saya beri tahu sebuah konsep dasar dari pengaturan cahaya.
"Dalam sebuah kondisi cahaya tertentu, banyak kombinasi Aperture dan Speed yang bisa digunakan"
Misalkan anda arahkan kamera anda ke suatu pemandangan, anda nyalakan sistem metering kamera anda untuk mengukur cahaya. Hasilnya ialah "exposure value", yang berupa kombinasi speed dan aperture mana yang akan menghasilkan exposure yang "pas" gelap terangnya.
Untuk contoh kasus, saya ambil contoh exposure value yang anda dapat = 1/250s f4 (speed 1/250s, aperture = f4). Perhatikan kombinasi dibawah ini :
1/60 f8
1/125s f5.6
1/250s f4
1/500s f2.8
1/1000s f2
Kombinasi yang ditunjukkan oleh kamera ialah yang di tengah, 1/250s f4. Seandainya saya tidak suka kombinasi itu, dan mau menggunakan speed 1/500s (1 stop lebih gelap dari 1/250s, atau cahaya berkurang 1/2-nya), maka saya harus menambah cahaya dengan membuka aperture lebih lebar 1 stop = menambah cahaya 2x lipat lewat aperture. Total cahaya yang masuk ke sensor akan menjadi : 1/2 (speed naik) x 2x (aperture lebar) = 1, SAMA dengan cahaya di kombinasi 1/250s f4.
Jadi, dalam kondisi cahaya tersebut, gambar yang diambil dengan setingan 1/250s f4 akan sama GELAP TERANG-nya dengan gambar yang diambil dengan seting 1/500s f2.8 atau 1/1000s f2 atau 1/60s f8. Why, karena cahaya ditambah dari salah satu parameter, dan dikurangi oleh parameter yang lain, jadi hasilnya sama. Kesimpulannya : dalam sebuah kondisi cahaya tertentu, ada banyak kombinasi exposure yang bisa kita gunakan !
Lalu apa bedanya gambar yang diambil dengan setingan 1/1000s f2 dengan 1/60s f8 ?
Secara gelap-terang, SAMA. Bedanya ialah di "EFEK" yang dihasilkan oleh speed dan aperture itu. Efek speed 1/1000s pada gambar, tentu berbeda dengan efek speed pada 1/60s, demikian juga dengan aperture. Baca lagi nanti ya penjelasannya.. yang penting sekarang ngerti dulu kalo sebenarnya banyak pilihan exposure yang bisa diambil, tetapi hanya satu pilihan yang bisa dilakukan.
Masing-masing parameter tersebut bisa menambah cahaya 1 stop, entah lebih terang atau lebih gelap. Berikutnya akan saya beri tahu sebuah konsep dasar dari pengaturan cahaya.
"Dalam sebuah kondisi cahaya tertentu, banyak kombinasi Aperture dan Speed yang bisa digunakan"
Misalkan anda arahkan kamera anda ke suatu pemandangan, anda nyalakan sistem metering kamera anda untuk mengukur cahaya. Hasilnya ialah "exposure value", yang berupa kombinasi speed dan aperture mana yang akan menghasilkan exposure yang "pas" gelap terangnya.
Untuk contoh kasus, saya ambil contoh exposure value yang anda dapat = 1/250s f4 (speed 1/250s, aperture = f4). Perhatikan kombinasi dibawah ini :
1/60 f8
1/125s f5.6
1/250s f4
1/500s f2.8
1/1000s f2
Kombinasi yang ditunjukkan oleh kamera ialah yang di tengah, 1/250s f4. Seandainya saya tidak suka kombinasi itu, dan mau menggunakan speed 1/500s (1 stop lebih gelap dari 1/250s, atau cahaya berkurang 1/2-nya), maka saya harus menambah cahaya dengan membuka aperture lebih lebar 1 stop = menambah cahaya 2x lipat lewat aperture. Total cahaya yang masuk ke sensor akan menjadi : 1/2 (speed naik) x 2x (aperture lebar) = 1, SAMA dengan cahaya di kombinasi 1/250s f4.
Jadi, dalam kondisi cahaya tersebut, gambar yang diambil dengan setingan 1/250s f4 akan sama GELAP TERANG-nya dengan gambar yang diambil dengan seting 1/500s f2.8 atau 1/1000s f2 atau 1/60s f8. Why, karena cahaya ditambah dari salah satu parameter, dan dikurangi oleh parameter yang lain, jadi hasilnya sama. Kesimpulannya : dalam sebuah kondisi cahaya tertentu, ada banyak kombinasi exposure yang bisa kita gunakan !
Lalu apa bedanya gambar yang diambil dengan setingan 1/1000s f2 dengan 1/60s f8 ?
Secara gelap-terang, SAMA. Bedanya ialah di "EFEK" yang dihasilkan oleh speed dan aperture itu. Efek speed 1/1000s pada gambar, tentu berbeda dengan efek speed pada 1/60s, demikian juga dengan aperture. Baca lagi nanti ya penjelasannya.. yang penting sekarang ngerti dulu kalo sebenarnya banyak pilihan exposure yang bisa diambil, tetapi hanya satu pilihan yang bisa dilakukan.
Sabtu, 13 Februari 2010
Simple Photography : The Camera part #3, Aperture !!
Aperture atau diafragma adalah mekanisme didalam lensa untuk mengatur banyak cahaya yang masuk ke kamera. Biasanya mekanisme ini berbentuk bilah-bilah tipis yang banyak jumlahnya, yang membentuk lubang yang bisa membesar/mengecil, tergantung setting yang kita lakukan. Aperture diatur biasanya dengan memutar aperture ring di lensa, dengan memutarnya sampai menunjukkan nilai tertentu. Nilai yang tertera di aperture lensa merupakan skala terbalik dari area lubang yang terbentuk. Jadi saat nilai yang kita pilih kecil, lubangnya besar, saat nilai yang kita pilih besar, lubangnya kecil.
Nilai yang umum ada di aperture ring lensa biasanya :
..., f1.4, f2, f2.8, f4, f5.6, f8, f11, f16, f22, f32, ...
kalau susah menghapalnya, saya biasanya cuma mengingat angka 1 dan 1.4, sisanya kali dua terus..
1, 1.4, 2, 2.8, 4, 5.6, dst
Jadi aperture f1.4 = lubangnya lebih besar daripada lubang di aperture f5.6 (angkanya sih lebih besar 5.6, namanya juga skala terbalik)
Seperti sudah kita ketahui saat anda baca artikel tentang "speed" sebelumnya, ada istilah 1 stop yang artinya cahaya naik jadi 2x lipat atau turun jadi 1/2nya. Di aperture, istilah 1 stop juga berlaku. Jarak antar skala diatas sebenarnya = 1 stop. dari f1.4 ke f2, dari f2 ke f2.8, semua jaraknya 1 stop. Tampak kurang linear bukan (tidak seperti speed yang benar-benar kelipatan 2 atau 1/2), tapi sebenarnya linear.
Skala itu adalah skala kebalikan dari jari-jari atau diameter lubang yang terbentuk. Luas sebuah lubang, saat kita tau jari-jarinya = phi x R x R = phi x R kuadrat.
saat skala aperture = f1, luas areanya (karena skalanya terbalik)= 1 / (phi x 1 kuadrat) = 1/phi
saat skala aperture = f1.4, luas areanya = 1/ (phi x 1.4kuadrat) = 1/2phi
saat skala aperture = f2, luas areanya = 1/ (phi x 2kuadrat) = 1/4phi
kalau dilanjutkan f2.8 = 1/8phi, f4 = 1/16phi, dst
Apakah anda sudah bisa melihat ke-linearan skala tadi ??
f1, f1.4, f2, f2.8, f4, f5.6, f8, f11, ... akan menunjukkan luas area aperture =
1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128
yang menunjukkan bahwa skala-skala tersebut linear dengan kelipatan 2 (atau 1/2).. jadi jelaslah bahwa jarak dari f1 ke f1.4 = 1 stop, karena luas area lubangnya berkurang jadi 1/2nya, jadi cahaya juga berkurang 1/2 dari semula.
Lensa, pada umumnya akan ditulisi seberapa besar kemampuannya memasukkan cahaya. Kalau anda perhatikan lensa anda dari depan, biasanya ada tertulis focal length (tipe lensa) dan aperture terbesarnya. Sebuah contoh, lensa pentax saya punya tulisan SMC Pentax 50mm f1.4. berarti itu lensa dengan focal length 50mm, aperture terbesarnya di f1.4. Pada contoh gambar diatas, tampak sekilas tulisan Konica Hexar Lens 35mm f2, berarti focal lengthnya 35mm, aperture terbesarnya f2. Kalau lensa anda lensa zoom (lebih dari satu focal length), maka biasanya tulisan didepan lensa akan menunjukkan aperture terbesar di focal length minimum, dan juga di focal length maksimum. Misalkan lensa zoom saya, tertulis SMC M 40-80mm f2.8-4
berarti itu lensa zoom dengan kemampuan focal length dari 40mm sampai 80mm, aperture di 40mm paling besar = f2.8, aperture di 80mm paling besar di f4. Anda jadi tau artinya sekarang.
Saat jaman semakin canggih, aperture tidak lagi hanya diatur melalui ring aperture di lensa, tapi juga bisa melalui kamera (tombol atau dial). Biasanya lensa dengan kemampuan ini, di aperture ringnya memiliki posisi "auto", jadi saat aperture di posisi "auto" tersebut, kamera yang mengambil alih pengaturan aperture. Kadang, saking mudahnya mengatur aperture dari kamera, lensa-lensa tertentu bahkan dihilangkan aperture ringnya, alias selalu "auto-aperture". Itulah yang terjadi dengan lensa-lensa jaman sekarang, yang hampir semua aperturenya bisa dikontrol lewat body kamera.
Kalau ngomongin harga, lensa dengan aperture terbesar f1.4 tentu lebih mahal dari lensa dengan aperture terbesar di f2. Selain berbeda dari kemampuan memasukkan cahayanya, juga efek aperture yang didapat di f1.4 tentu berbeda dengan di f2. Efek itu akan dibahas nanti, lanjutkan saja membaca blognya, he..he..
Sabtu, 06 Februari 2010
Simple Photography : The Camera, Part #2 , Shutter Speed
Sebelumnya kita sudah membahas konsep paling gampang tentang bagaimana gambar diciptakan. Saya akan lanjutkan lebih detail tentang salah satu komponen yang sudah membantu menciptakannya : Shutter Speed ( of curtains) atau kecepatan rana.
Shutter Speed adalah berapa lama tirai (curtains) dibuka untuk memasukkan cahaya ke sensor. Semakin lama tirai itu dibuka, semakin banyak cahaya dimasukkan, semakin cepat durasi tirai dibuka, semakin sedikit cahaya dimasukkan.
Shutter speed biasanya tampak seperti berikut :
..., 2s, 1s, 1/2s, 1/4s, 1/8s, 1/15s, 1/30s, 1/60s, 1/125s, 1/250s, 1/500s, 1/1000s, 1/2000s, ...
tampak linear, misalkan antara 1s ke 1/2s atau ke 2s, terjadi proses dibagi 2 atau dikali 2.
Cahaya di 2s = 2x cahaya di 1s,
cahaya di 1/2s = 1/2 cahaya di 1s = 1/4x cahaya di 2s
Jarak antara 1s ke 2s atau 1/2s, sering disebut 1 stop atau 1 ev, yaitu saat cahaya bertambah menjadi 2x lipat atau berkurang jadi 1/2nya. Tentunya ada keterangan lain untuk menyebutkan apakah jarak tersebut ke arah lebih terang (lebih banyak cahaya), atau lebih gelap (lebih sedikit cahaya)
Jadi, jarak dari 1s ke 1/2s = 1 stop lebih gelap, jarak 1s ke 1/4s = 2 stop lebih gelap, dst.
Lalu jarak dari 1/8s ke 1/15s, atau 1/60s ke 1/125s ? agak sedikit tidak linear bukan ?
Well, sebenarnya linear, hanya skalanya saja yang di "ubah" supaya orang lebih enak melihatnya, juga hubungan ke skala berikutnya.
Misalkan skalanya dirubah ke 1/8s, 1/16s, 1/32s, 1/64s, 1/128s, 1/256s, 1/512s, 1/1024s, lebih nggak enak kan lihatnya..he.he..
jadi jarak antara skala dibawah ini = 1 stop :
..., 2s, 1s, 1/2s, 1/4s, 1/8s, 1/15s, 1/30s, 1/60s, 1/125s, 1/250s, 1/500s, 1/1000s, 1/2000s, ...
Jadi anda sudah mengerti apa itu shutter speed dan kemampuannya mengatur cahaya, efek lainnya terhadap foto akan dibahas dibagian lain blog saya.
Shutter Speed adalah berapa lama tirai (curtains) dibuka untuk memasukkan cahaya ke sensor. Semakin lama tirai itu dibuka, semakin banyak cahaya dimasukkan, semakin cepat durasi tirai dibuka, semakin sedikit cahaya dimasukkan.
Shutter speed biasanya tampak seperti berikut :
..., 2s, 1s, 1/2s, 1/4s, 1/8s, 1/15s, 1/30s, 1/60s, 1/125s, 1/250s, 1/500s, 1/1000s, 1/2000s, ...
tampak linear, misalkan antara 1s ke 1/2s atau ke 2s, terjadi proses dibagi 2 atau dikali 2.
Cahaya di 2s = 2x cahaya di 1s,
cahaya di 1/2s = 1/2 cahaya di 1s = 1/4x cahaya di 2s
Jarak antara 1s ke 2s atau 1/2s, sering disebut 1 stop atau 1 ev, yaitu saat cahaya bertambah menjadi 2x lipat atau berkurang jadi 1/2nya. Tentunya ada keterangan lain untuk menyebutkan apakah jarak tersebut ke arah lebih terang (lebih banyak cahaya), atau lebih gelap (lebih sedikit cahaya)
Jadi, jarak dari 1s ke 1/2s = 1 stop lebih gelap, jarak 1s ke 1/4s = 2 stop lebih gelap, dst.
Lalu jarak dari 1/8s ke 1/15s, atau 1/60s ke 1/125s ? agak sedikit tidak linear bukan ?
Well, sebenarnya linear, hanya skalanya saja yang di "ubah" supaya orang lebih enak melihatnya, juga hubungan ke skala berikutnya.
Misalkan skalanya dirubah ke 1/8s, 1/16s, 1/32s, 1/64s, 1/128s, 1/256s, 1/512s, 1/1024s, lebih nggak enak kan lihatnya..he.he..
jadi jarak antara skala dibawah ini = 1 stop :
..., 2s, 1s, 1/2s, 1/4s, 1/8s, 1/15s, 1/30s, 1/60s, 1/125s, 1/250s, 1/500s, 1/1000s, 1/2000s, ...
Jadi anda sudah mengerti apa itu shutter speed dan kemampuannya mengatur cahaya, efek lainnya terhadap foto akan dibahas dibagian lain blog saya.
Selasa, 12 Januari 2010
Simple Photography : The Camera, part #1
Kamera adalah alat mutlak dalam fotografi. Kamera yang bisa dipakai bisa apa saja, dari kamera analog (film) atau digital, SLR (single lens reflek) atau rangefinder, kamera mahal atau murah, kamera hp atau bawaan camcoder, semua bisa dipakai.
Semua kamera, umumnya memiliki konsep yang sama :
1. memiliki media perekam cahaya (sensor digital/film) yang mempunyai sifat "memorize" atau merekam. Kalau sensor/film = papan tulis hitam, maka cahaya = kapur tulisnya. ketika cahaya jatuh ke sensor/film, itu seperti kapur yang di goreskan ke papan tulis. semakin banyak cahaya diberikan, semakin terang gambarnya dan kalau berlebihan bisa jadi putih semua (sifat sensor = memorize, ingat)
2. memiliki mekanisme tirai (curtains) yang bisa membuka menutup untuk memasukkan cahaya ke sensor/film. Tirai biasanya di body kamera, tepat didepan posisi sensor/film. Tirai ini bisa diatur berapa lama membukanya. Maka kita kenal istilah Shutter Speed atau kecepatan tirai, yaitu lamanya tirai itu membuka, misalkan di kamera film tua (misalkan Pentax K1000) punya speed dari 1s-1/1000s (1detik - 1/1000detik). Semakin lama tirai membuka, semakin banyak cahaya masuk ke sensor, dan sebaliknya.
3. memiliki mekanisme aperture(diafragma) di lensanya, berupa lubang yang dapat diatur besar kecil area lubangnya untuk mengatur cahaya. semakin besar lubangnya, semakin banyak cahaya yang masuk, dan sebaliknya
Prinsip kerja kamera sangat simpel. Cahaya (bisa dari sumber cahaya atau pantulan object) masuk ke lensa, melalui aperture dan shutter curtain (cahaya di atur intensitasnya oleh dua mekanisme ini), lalu masuk sampai ke sensor/film untuk direkam. Jadi deh !!
Lalu bagaimana cara kita mengatur kamera, membidik object yang pas, mengukur cahaya yang tepat dll ? lanjutkan baca blognya kalo begitu.. !!
Simple Photography : The First Concept !!!
Andaikan anda masih SD nih, trus disuruh menggambar oleh guru SD anda "nak, gambarkan pemandangan yang indah di papan tulis", apa yang akan anda lakukan ?
Apakah anda mulai menggoreskan kapur tulis anda sembarangan, atau membayangkan dulu di pikiran anda, gambarnya akan seperti apa..?
Hal yang sama berlaku juga di dalam fotografi, memotret bukanlah sekedar permainan mencet tombol (saja). Menurut saya, hal penting pertama yang harus dilakukan sebelum memotret ialah membayangkan hasil yang anda inginkan. istilah kerennya "PRE-VISUALISASI" (as per Adam Ansel theory), anda melihat jauh kedepan, apa tujuan pencetan tombol kamera ini, anda harus belajar "Melihat hasilnya sebelum tombol shutter dipencet !"
Saya mau gambarnya nanti bercerita tentang hal ini..
Saya mau gambarnya menunjukkan action si A..
Saya mau gambarnya memperlihatkan sisi emosi si B..
Saya mau gambarnya ... (silahkan dilanjutkan)
Setelah anda tau bagaimana hasil yang diinginkan, anda harus berusaha mewujudkannya.
Gimana mewujudkannya ? pelajari semua hal yang mempengaruhi proses terciptanya gambar itu, dan lakukan ilmu yang sudah anda dapatkan..
Gambar (hasil) yang baik adalah gambar yang "bercerita" seperti keinginan pembuatnya.
kalo ceritanya gak sampai, ulangi lagi menggambarnya, lagi dan lagi sampai mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan anda.
Selamat berimajinasi !!!
Apakah anda mulai menggoreskan kapur tulis anda sembarangan, atau membayangkan dulu di pikiran anda, gambarnya akan seperti apa..?
Hal yang sama berlaku juga di dalam fotografi, memotret bukanlah sekedar permainan mencet tombol (saja). Menurut saya, hal penting pertama yang harus dilakukan sebelum memotret ialah membayangkan hasil yang anda inginkan. istilah kerennya "PRE-VISUALISASI" (as per Adam Ansel theory), anda melihat jauh kedepan, apa tujuan pencetan tombol kamera ini, anda harus belajar "Melihat hasilnya sebelum tombol shutter dipencet !"
Saya mau gambarnya nanti bercerita tentang hal ini..
Saya mau gambarnya menunjukkan action si A..
Saya mau gambarnya memperlihatkan sisi emosi si B..
Saya mau gambarnya ... (silahkan dilanjutkan)
Setelah anda tau bagaimana hasil yang diinginkan, anda harus berusaha mewujudkannya.
Gimana mewujudkannya ? pelajari semua hal yang mempengaruhi proses terciptanya gambar itu, dan lakukan ilmu yang sudah anda dapatkan..
Gambar (hasil) yang baik adalah gambar yang "bercerita" seperti keinginan pembuatnya.
kalo ceritanya gak sampai, ulangi lagi menggambarnya, lagi dan lagi sampai mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan anda.
Selamat berimajinasi !!!
Langganan:
Postingan (Atom)